Senin, 07 Desember 2009

“Soe Hok-Gie…Sekali Lagi”, Kegilaan yang Menginspirasi…





Benar-benar gila. Enam tahun musuhan, hanya karena demi Soe Hok-Gie (Jakarta,17 Desember 1942- Puncak Mahameru, 16 Desember 1969), mereka bersatu kembali. Saking tergila-gilanya, dalam tempo dua minggu, seorang Mira Lesmana, misalnya, di sela-sela kesibukan yang luar biasa, sumbangan tulisan bisa selesai dua jam menjelang tenggat.
Ada belasan orang penulis dalam kategori sama gilanya dengan Soe Hok-Gie --karena teman seperjuangan dan tergila-gila dengan sosok Soe Hok-Gie, dalam waktu dua bulan, bisa menghadirkan buku Soe Hok-Gie…Sekali Lagi., setebal xxxix + 512 halaman. Ketika mereka dan puluhan pengagum serta teman Soe Hoe-Gie berjumpa, Jumat (4/12) siang di Bentara Budaya Jakarta, suasana menjadi begitu hangat. Mereka, yang umumnya sudah ubanan, tapi masih berjiwa muda, tampak saling bernoltagia. Silaturahim penuh kehangatan, yang mungkin sudah lama terputus, terjalin erat kembali.
Apalagi Rudy Badil, salah seorang editor buku dan teman Soe Hok-Gie, yang sama tergila-gila mendaki gunung, dengan licah dan kocak memperkenalkan satu per satu penulis dan membuka cerita yang sangat manusiawi sekali, kenangan semasa jadi aktivis kampus di Universitas Indonesia, jadi eksponen ’66. Sekitar 50-an pengunjung tak henti-hentinya dibuat tergelak, bahkan senyum-senyum malu.
Dan jika Anda sempat membaca buku ini --yang mungkin sudah beredar dan akan diluncurkan pertama kali, tanggal 16 Desember mendatang, di Universitas Indonesia, Depok, bersiap-siaplah jadi tambah gila. Tergila-gila karena tiba-tiba bisa jadi pengagum baru sosok Soe Hok-Gie. Semangat Anda akan menjadi terbakar dan yang pasti, menginspirasi.
Tergila-gila dan kemudian ikut peduli memikirkan masa kini, juga masa esok, alam bangsanya, siapa takut?
“Soe Hok-Gie…Sekali Lagi ini, yang katanya small outside with big inside, terbagi dalam lima bab dan tersusun unik. Unik karena buku kenangan sekaligus bungga rampai 20-an tulisan serta pemanfaatan dokumentasi ini membuat informasi kejadian dan peristiwa nyata, yang biarpun berlangsung 40-an tahun lalu, namun terasa betapa masih jelas benang merahnya dengan situasi alam bangsa zaman kini,” kata Rudy Badil, salah seorang dari tiga editor. Dua editor lainnya, Luki Sutrisno Bekti dan Nessy Luntungan R.
Buku dengan judul kecil Buku Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya ini menyajikan dengan otentik dan amat eksklusif testimoni survivors Musibah Semeru 16 Desember 1969.
“Juga memuat rangkaian dokumentasi bagus tentang Soe Hok-Gie dan Idham Lubis, suatu sajian unik yang memberikan dimensi lain perihal kejadian masa lalu dua sekawan itu. Dari situ bisa diketahui bahwa –bahkan selewat 35 tahun sejak meninggalnya Soe 1969, nama Hok-Gie masih dicatut segelintir manusia culas untuk menjual proposal penipuan adanya harta karun tipu-tipu senilai triliunan rupiah di Puncak Mahameru,” papar Badil.
Yang mengejutkan, ada 14 tulisan dari penulis dengan dua kategori tadi; tergila-gila dan atau sama gilanya, yang bersikap kritis. Dengan tulisan yang bukan sekadar petasan, namun berisi ledakan bom yang mengejutkan dan patut direnungkan, yaitu betapa kejadian 40-an tahun lalu, masih mirip dan serupa dengan tahun 2010 yang ditakutkan dekat tahun “kiamat 2012”.
Untuk melengkapi kenangan dan mengenal semangat Soe Hok-Gie yang mashyur dengan tulisannya yang blak-blakan, terbuka, dan berani (untuk ukuran tahun 1967-1969), pembaca bisa menikmati 17 tulisan Soe Hok-Gie yang berisikan kepedulian, kesetaraan, dan kekhawatirannya terhadap nasib alam bangsanya, Indonesia. Opini di saat “djaman orde baru” itu, masihlah ada mirip-miripnya dengan “zaman orde lanjutkan” yang akan menapak hari ke-100 ini.
Jakob Oetama dalam tulisannya “Gelisah atas Nama Integritas” menulis, “Di tengah krisis rasa keadilan, hilangnya rasa dan gencarnya semangat menggugat hukum saat ini, sosok Soe Hok-Gie pantas ditampilkan. Dilakukan tidak dengan maksud mengkultusindividukan, tidak juga memaksakan, melainkan menawarkan nilai-nilai keteladanan, utamanya integritas dan kebersihan hati.”
Menurut Jakob, Soe Hok-Gie, mungkin tidak sekadar nama, tetapi sebuah nama yang telah mengukirkan sosok yang terus gelisah, inspirator yang terus menggugat…atas nama integritas dan kehormatan diri.




salam, yurnaldi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar