Rabu, 02 Desember 2009

Menulis, Asyik Gitu, Loh...(3)


Menjadi Penulis
Bagaimana menjadi penulis profesional itu? Dalam berbagai kesempatan ketika saya menjadi instruktur jurnalistik dan kepenulisan saya acapkali dihadapkan pada pertanyaan ini. Jawabannya gampang banget, segampang menulis itu sendiri. Kuncinya membaca, membaca, membaca, dan menulis, menulis, dan teruslah menulis.
Anda mungkin pernah mengeluh tak ada ide menulis. Yang namanya ide, tak akan datang tiba-tiba dengan sendirinya. Tak selalu datang ketika Anda lagi merenung di toilet, misalnya. Ide itu harus dicari, digali, dan ramulah menjadi gagasan menarik. Membaca, tak sebatas membaca buku-buku atau membaca teks-teks tertulis. Akan tetapi, menurut saya, juga membaca lingkungan, fenomena apa yang tengah terjadi. Membaca pengalaman, juga tidak kalah pentingnya, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.
Mungkin, ketika Anda berada di atas bus/mobil dalam suatu perjalanan, Anda pasti menemui banyak ide. Bisa di atas kerea api, pesawat terbang, atau jalan keliling kampung dengan sepeda. Bahkan, jika Anda jalan kaki, selangkah-dua langkah dari rumah Anda, Anda bisa mendapati ide yang menarik untuk ditulis. Jangankan itu, dalam genggaman Anda sekarang, pada telepon seluler Anda, ide-ide bersiliweran. Dalam satu-dua menit surfing di internet, satu-dua ide pun bisa didapatkan.
Puluhan ide, gagasan, terserak di mana-mana.Yang peting dari semua itu, bagaimana mengasah kepekaan hati nurani. Seorang penulis pasti punya naluri, daya cium persoalan, pengamatan, dan rasa keingintahuan. Jika Anda menemukan ide, persoalan menarik, pasti Anda tergugah ingin menulisnya?
Lalu, pertanyaannya Anda berikutnya, jika tertarik, bagaimana menuliskannya?
Ide yang ingin Anda tulis, inapkan atau endapkan dulu (bisa hitungan jam, hari, minggu), lalu perkaya ide Anda itu dengan hasil bacaan atau penelitian atau pengalaman empirik Anda. Agar tidak kelewatan isu atau keaktualan, maka tulislah secepatnya.
Prinsip yang perlu Anda pegang, seperti motto PT Semen Padang, pabrik semen tertua di Indonesia, yang sudah berusia 100 tahun, yaitu “Kami telah berbuat sebelum Anda memikirkannya”. Artinya, Anda sudah menulis sebelum penulis lain menuliskan gagasan serupa. Apalagi kalau dalam tulisan Anda membuat istilah yang baru, gagasan baru, maka Anda pasti dikenal dan dikenang banyak orang.
Misalnya, bagaimana Saldi Isra menulis istilah “tebang pilih” dalam penanganan kasus korupsi sebagaimana ia tulis di KOMPAS, lalu istilah itu kemudian menjadi popular. Setelah itu, Saldi juga menulis bagaimana tersangka kasus korupsi itu pakai baju khusus, tidak berdasi duduk di kursi pesakitan. Sebagai hukuman sosial, ia diharuskan pakai baju terdakwa atau diberi tulisan. Gagasan ini kemudian diimplementasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan didukung banyak elemen masyarakat.
Begitulah enaknya jadi penulis. Banyak peluang-peluang ikutan yang bisa diraih setelah itu. Sering menulis, kita punya nama. Karena punya nama, kita diperhitungkan dan punya nilai jual untuk jadi pembicara seminar, penulis kolom, pengasuh rubrik, komentator, menjadi tim ahli, dan lain sebagainya. Jam terbang kita, kalau menjadi seorang penulis, akan lebih tinggi. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar