Rabu, 02 Desember 2009

Inovasi di balik naiknya oplah media cetak


Media cetak akan mampu bertahan di tengah arus persaingan antarsesama media yang semakin tajam dan ketat, jika terus melakukan inovasi, pembaruan. Banyak media tidak hanya sekadar bertahan, tapi mampu menunjukkan kinerja yang terus meningkat. Bahkan, media yang berusia tua, terbit 1700-an, sampai sekarang masih tetap eksis. Hasil survey menunjukkan, penjualan koran sedunia tahun 2007 mencatat kenaikan 2,57 persen.
Demikian inti pembicaraan tentang ”Oleh-oleh dari Kongres World Association of Newspapers (WAN) di Swedia dan Prospek Iklan Media Cetak Semester II 2008”, dengan narasumber Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Antarlembaga Serikat Penerbit Suratkabar Tribuana Said, Kepala Pusat Litbang Kompas Titus Kitot, dan Business Development Manager Nielsen Media Research Maika Randini, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tribuana Said mengatakan, penjualan global suratkabar tahun 2007 sebagaimana dilaporkan CEO WAN, Timothy Balding, mengalami kenaikan 2,57 persen dengan tiras berjumlah 532 juta lembar per hari. Kenaikan itu sedikit di atas tahun 2006 dengan tiras 515 juta/hari. Namun, cukup signifikan dibanding tiras koran tahun 2002 yang berjumlah 488 juta/hari.
”Kenaikan penjualan koran dua tahun terakhir ditopang oleh kenaikan penjualan di dua negara besar, yakni China (3,8 persen) dan India (11 persen). Juga berkat kenaikan tiras koran gratis (20 persen) di beberapa negara. Menurut data terakhir, koran gratis mencapai 7 persen dari tiras harian sedunia,” ujarnya.
Menurut Tribuana Said, survei lain yang perlu disimak adalah survei yang dilakukan World Editors Forum (WEF) bekerjasama dengan Reuters dan Zoghy Internasional, dengan responden 704 pimpinan media dari seluruh penjuru dunia, tentang masa depan suratkabar.
Walaupun terjadi kenaikan tiras, namun tentang masa depan suratkabar ada yang menyikapinya dengan optimistis dan ada pula yang mencemaskan. Tingkat optimistis
pimpinan media di Asia 84 persen dan Amerika Latin 94 persen..

Tentang masalah integrated newsroom (organisasi dan operasi redaksi yang terpadu), survey WEF melaporkan, 86 persen responden setuju hal itu dan akan menjadi standar bagi semua suratkabar dalam waktu 5 tahun mendatang. Sebanyak 83 persen responden setuju bahwa jurnalis diharapkan mampu membuat konten multimedia (cetak, video, video, audio, web, mobile, dll) dalam waktu 5 tahun mendatang. Sebanyak 83 persen setuju bahwa desain ruang kerja penting untuk membangun kolaborasi antara jurnalis cetak dan online.
”Saat diajukan pertanyaan mengenai keharusan melakukan invovasi redaksional, khususnya pembaruan konten, 67 persen responden menyatakan halaman-halaman opini dan analisis akan bertambah di masa yang akan datang. Angka ini tak jauh berbeda dengan hasil survei yang sama di tahun 2006. Bagi World Association of Newspaper (WAN), hal ini menunjukkan kesadaran mayoritas pimpinan redaksi bahwa konten surat kabar di masa depan akan mengurangi berita faktual, dan banyak mengisinya dengan analisis dan komentar,” papar Tribuana.

Semendata itu Titus Kitot mengatakan, beberapa inovasi media masa depan, di antaranya koran transparan dan newsroom. Koran transparan adalah media cetak yang membuka diri kepada publik pembaca, bahkan mengajak pembaca berpartisipasi dalam kegiatan redaksional.”Integrated Newsroom perlu juga dilembagakan di Indonesia. Sejumlah media massa sudah melakukannya. Bahkan, dengan terintegrasinya dengan sesama media dalam satu kelompok, calon pemasang iklan bisa lebih diyakinkan, bahwa satu sama lain multimedia saling menunjang,” katanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar