Rabu, 02 Desember 2009

Menulis, asyik gitu, loh...(1)




Menulis, Asyik Gitu, Loh!



Yurnaldi


nalkompas@yahoo.com


Penulis buku best seller Menjadi Wartawan Hebat





Pernahkah Anda bermimpi dan membayangkan, suatu ketika Anda ditelepon sebuah perguruan tinggi, dan/atau organisasi profesi, dan/atau badan/lembaga/instansi pemerintah untuk jadi pembicara dalam suatu forum diskusi, seminar, atau apa pun namanya yang sejenis dengan itu?


Pernahkah Anda bermimpi dan membayangkan, suatu ketika Anda dihubungi redaktur opini media cetak, dan Anda diminta untuk menuliskan pandangan dan gagasan Anda tentang sesuatu yang lagi hangat-hangatnya, menjadi isu yang “seksi”, jadi buah bibir banyak orang?


Pernahkah Anda bermimpi “dikejar-kejar” kepala pusat pemberitaan dan/atau wartawan televisi, meminta kesediaan Anda jadi narasumber atau komentator pada suatu acara yang disiarkan secara langsung?


Pernahkah Anda bermimpi, di telepon seluler Anda akan masuk bertubi-tubi puluhan pesan pendek (SMS) yang mengapresiai dan/atau memuji buah pemikiran dari yang Anda tulis di suatu media cetak?


Dan sekali lagi, pernahkah Anda bermimpi, buku yang Anda tulis –kumpulan artikel yang pernah diterbitkan media massa, menjadi best seller di toko buku dan diresensi banyak pembaca?


Kalau pernah, berarti Anda benar-benar ingin jadi penulis. Niat jadi penulis sudah merupakan modal dasar yang sangat bernilai bagi Anda.


Kalau tidak pernah mimpi seperti itu, bersiaplah Anda jadi orang yang tak dianggap. Bersiaplah jadi orang yang tidak diperhitungkan. Aih…, malu nian jadi mantimun bungkuak, kata orang Padang. Sebab, itu sama saja o-on, kata anak-anak sekarang.


Betapa banyak, dari jutaan sarjana, magister, dan doktor, bahkan bergelar profesor di Indonesia, sampai hari ini tidak pernah menulis artikel di media massa atau tulisan ilmiah popular di jurnal-jurnal ilmiah di dalam dan luar negeri. Menulis skripsi, tesis, atau disertasi tak ubahnya menulis untuk yang terakhir kalinya.


Kalau ditanya, kenapa tidak menulis di surat kabar? Seribu satu alasan kemudian mengemuka jadi jawaban. Kacian, deh lho!



=====


**)Pokok-pokok pikiran yang disampaikan pada Seminar Jurnalistik bertema Publish Your Mind, Munas/Mukernas Badan Pers Nasional-Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia, di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang, 7 Maret 2009






Mimpi-mimpi yang diungkapkan tadi akan jadi kenyataan pada diri seorang penulis. Ya, pada seorang penulis semua yang tak mungkin, menjadi mungkin. Bahkan, akan banyak hal-hal yang tak terduga, misalnya, popularitasnya bisa menyamai atau melebihi popularitas para selebiritas. Makanya, jangan heran, penulis itu, suatu ketika, juga bak selebritas. Punya fans dan punya pengagum. Olala, keren!


Atau sebaliknya, agar tidak menjadi selebritas kebanyakan, tapi selebritas yang diperhitungkan, maka ia kemudian juga menjadi seorang penulis. Setidak-tidaknya, ia bisa dicap sebagai selebiritas yang mumpuni, selebritas yang cerdas-cendekia.


Begitu juga Anda. Dengan menjadi mahasiswa yang penulis atau dosen yang penulis, atau dokter yang penulis kelak, sekurang-kurangnya Anda telah menjadi mahasiswa, dosen, dokter yang diperhitungkan di dalam dinamika pemikiran tentang gagasan dan atau solusi dari persoalan kekinian secara regional, nasional, bahkan internasional.


Dengan demikian, Anda tidak hanya membuat pencitraan tentang diri Anda menjadi lebih baik dan diperhitungkan, tetapi juga berdampak pada pencitraan terhadap profesi, lembaga, dan organisasi di mana Anda berkiprah.


Siapa yang tak bangga, identitas di akhir suatu artikel yang Anda tulis, diterakan; misalnya, “Saldi Isra, Dosen Hukum Tata Negara, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang”. Atau, “Handrawan Nadesul, Dokter, Pengasuh Rubrik Kesehatan, Penulis Buku”.


Kebanggaan akan menjadi bertambah, karena tiba-tiba di rekening Anda ada kiriman honorarium dari tulisan yang Anda tulis. Ternyata, menulis juga menyehatkan secara finansial. Mungkin besarannya tidak sebesar penghasilan dari profesi Anda menjadi seorang dokter, misalnya. Akan tetapi, nikmatnya dapat honorarium, terlepas besar-kecilnya, merupakan kebahagiaan yang tiada tara.


Ada juga, walaupun kegiatan menulis sebagai kegiatan sampingan, namun hasilnya bisa melebihi pendapatan dari pekerjaan utama. Seorang dosen, jika ia juga penulis artikel, maka honorarium yang ia terima bisa 2 sampai 4 kali lipat dari gajinya sebagai dosen. Satu tulisan, imbalannya bisa angkanya tujuh digit. Onde mande! (bersambung)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar