Julius Pour Membuat Orang Bertanya-tanya dan Tertawa
Oleh YURNALDI
Oleh YURNALDI
Mendapat undangan dari KRT Soegito Hadipoera & Istri untuk peluncuran buku Doorstood naar Djokja Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer (Penerbit Kompas, Desember 2009), Senin (21/12) di Hotel Santika, Jakarta, tetamu pada mulanya bertanya-tanya, siapa gerangan yang mengundang. Soalnya, foto pengantin yang ada pada undangan, sekilas wajahnya dikenal, tapi namanya lain.
Pertanyaan baru terjawab ketika si penulis buku, Julius Pour, memberikan sambutan. “Saya memakai nama dan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Soegito Hadipoera untuk ikut memuliakan Praja Soerakarta Hadiningrat, Susuhunan Pakoe Boewono XII, yang tahun 2005 berkenan menganugerahkan nama dan gelar tersebut,” katanya.
Nama baru karena istri baru? Ya, mungkin saja, karena acara peluncuran buku sekaligus syukuran pernikahan Julius dengan Yovita Julianiwati. Sang istri baru, setelah didesak pembawa acara, baru diperkenalkan kepada tetamu. Yovita Julianiwati yang kemudian berdiri dari tempat duduk di deretan depan, terlihat tersenyum anggun kepada tetamu.
“Persis sebulan lalu, tanggal 21 November, pukul 11.00 siang, di gereja Santa Maria Imaculata, Banyumas, wilayah Keuskupan Purwokerto, Romo Nico Ola OMI, dibantu oleh Romo Tarsisius Aris OMI, telah menerimakan sakramen pernikahan kepada Yovita Agnesia Yulianiwati dan Julius Purwanto,” ungkap Julius, bangga.
Setelah tanya terjawab, penulis buku terkemuka dengan jabatan terakhir Asisten Presiden Direktur Kelompok Kompas Gramedia ini, tatkala memberikan sambutan, membuat tamu tertawa. Berkali-kali.
“Hari ini, Senin 21 Desember tahun 2009. Dengan demikian, bagi kita semua sebenarnya hanya tinggal tersisa waktu selama tiga tahun. Sebab pada tanggal ini, di tahun 2012 nanti, dunia sudah bakal kiamat. Begitulah menurut perhitungan kalender suku Maya. Sungguh beruntung, kita tidak memakai kalender Maya, melainkan memakai penanggalan Masehi,” ujarnya.
Belum habis tawa tetamu, Julius melanjutkan. “Menurut penanggalan Masehi, kelahiran saya tercatat dalam tanggal 20 Desember. Dengan demikian, saya berada dalam naungan rasi bintang Sagitarius. Sehingga dalam perhitungan astrologi, hanya ada dua pekerjaan yang bisa cocok, sebagai ahli kitab dan yang lain, menjadi penulis buku.”
“Semula saya memang ingin jadi ahli kitab, menjadi pemimpin agama. Tetapi, mungkin karena roh kudus tidak mendukung, keinginan tersebut tidak pernah tercapai. Sagitarian yang berhasil menjadi ahli kitab adalah Kardinal Julius Darmaatmadaja, Uskup Jakarta. Kami dilahirkan pada tanggal yang sama, dengan Santo Pelindung sama. Namun perjalanan selanjutnya terbuktui jauh berbeda,” ujarnya.
Lagi-lagi tetamu tertawa.
Tentang buku Doorstoot naar Djokja yang diluncurkan, menurut Julius, peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu pagi 19 desember tahun 1948, sewaktu pasukan Belanda secara mendadak, melancarkan agresi militer ke Djokja, Ibu Kota Republik Indonesia.
“Secara pribadi peristiwa tersebut mengubah nasib saya dan banyak orang lain. Waktu itu saya tidak jadi dirakayaj ulang tahunnya, oleh karena pesawat terbang Belanda membom pasar Delanggu, sehingga kami terpaksa mengungsi ke Jatinom, di lereng Gunung Merapi,” Julius menjelaskan.
Kembali tetamu tertawa. Tak terkecuali Presiden Direktur Kompas Gramedia Jakob Oetama dan Letnan Jenderal (Purn) Himawan Sutanto, mantan Panglima Siliwangi dan mantan Kepala Staf Umum ABRI.
Pertanyaan baru terjawab ketika si penulis buku, Julius Pour, memberikan sambutan. “Saya memakai nama dan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Soegito Hadipoera untuk ikut memuliakan Praja Soerakarta Hadiningrat, Susuhunan Pakoe Boewono XII, yang tahun 2005 berkenan menganugerahkan nama dan gelar tersebut,” katanya.
Nama baru karena istri baru? Ya, mungkin saja, karena acara peluncuran buku sekaligus syukuran pernikahan Julius dengan Yovita Julianiwati. Sang istri baru, setelah didesak pembawa acara, baru diperkenalkan kepada tetamu. Yovita Julianiwati yang kemudian berdiri dari tempat duduk di deretan depan, terlihat tersenyum anggun kepada tetamu.
“Persis sebulan lalu, tanggal 21 November, pukul 11.00 siang, di gereja Santa Maria Imaculata, Banyumas, wilayah Keuskupan Purwokerto, Romo Nico Ola OMI, dibantu oleh Romo Tarsisius Aris OMI, telah menerimakan sakramen pernikahan kepada Yovita Agnesia Yulianiwati dan Julius Purwanto,” ungkap Julius, bangga.
Setelah tanya terjawab, penulis buku terkemuka dengan jabatan terakhir Asisten Presiden Direktur Kelompok Kompas Gramedia ini, tatkala memberikan sambutan, membuat tamu tertawa. Berkali-kali.
“Hari ini, Senin 21 Desember tahun 2009. Dengan demikian, bagi kita semua sebenarnya hanya tinggal tersisa waktu selama tiga tahun. Sebab pada tanggal ini, di tahun 2012 nanti, dunia sudah bakal kiamat. Begitulah menurut perhitungan kalender suku Maya. Sungguh beruntung, kita tidak memakai kalender Maya, melainkan memakai penanggalan Masehi,” ujarnya.
Belum habis tawa tetamu, Julius melanjutkan. “Menurut penanggalan Masehi, kelahiran saya tercatat dalam tanggal 20 Desember. Dengan demikian, saya berada dalam naungan rasi bintang Sagitarius. Sehingga dalam perhitungan astrologi, hanya ada dua pekerjaan yang bisa cocok, sebagai ahli kitab dan yang lain, menjadi penulis buku.”
“Semula saya memang ingin jadi ahli kitab, menjadi pemimpin agama. Tetapi, mungkin karena roh kudus tidak mendukung, keinginan tersebut tidak pernah tercapai. Sagitarian yang berhasil menjadi ahli kitab adalah Kardinal Julius Darmaatmadaja, Uskup Jakarta. Kami dilahirkan pada tanggal yang sama, dengan Santo Pelindung sama. Namun perjalanan selanjutnya terbuktui jauh berbeda,” ujarnya.
Lagi-lagi tetamu tertawa.
Tentang buku Doorstoot naar Djokja yang diluncurkan, menurut Julius, peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu pagi 19 desember tahun 1948, sewaktu pasukan Belanda secara mendadak, melancarkan agresi militer ke Djokja, Ibu Kota Republik Indonesia.
“Secara pribadi peristiwa tersebut mengubah nasib saya dan banyak orang lain. Waktu itu saya tidak jadi dirakayaj ulang tahunnya, oleh karena pesawat terbang Belanda membom pasar Delanggu, sehingga kami terpaksa mengungsi ke Jatinom, di lereng Gunung Merapi,” Julius menjelaskan.
Kembali tetamu tertawa. Tak terkecuali Presiden Direktur Kompas Gramedia Jakob Oetama dan Letnan Jenderal (Purn) Himawan Sutanto, mantan Panglima Siliwangi dan mantan Kepala Staf Umum ABRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar