Oleh: Muhammad Subhan
(Catatan: profil ini telah dimuat di majalah "Rantau" oleh penulisnya)
Bagi kalangan wartawan senior dan pemula di Sumatera Barat, kota Padang khususnya, bisa dibilang tak ada yang tidak mengenal sosok wartawan kalem ini. Siapa lagi kalau bukan Yurnaldi, wartawan Harian Kompas yang sejak beberapa tahun lalu ditarik ke kantor pusatnya di Jakarta untuk memperkuat jajaran redaksi harian terbesar di Indonesia itu. Baginya, dapat hijrah ke ibukota merupakan sebuah prestasi luar biasa.
Alumni Universitas Negeri Padang (UNP) ini seringkali memotivasi wartawan maupun penulis pemula dalam setiap kesempatan bersamanya, baik melalui seminar kepenulisan maupun dalam diskusi-diskusi nonformal di kampus. Baginya, semua orang memiliki potensi menulis yang luar biasa, tinggal saja mau tidaknya mengasah potensi itu.
“Setiap kita pasti ingin meraih sesuatu prestasi. Prestasi, memang, tak selalu identik dengan meraih gelar juara. Dari tidak lihai, menjadi lihai menulis, itu sudah prestasi. Dari belum pernah dimuat di media nasional, lalu tiba-tiba bisa tembus media nasional, juga prestasi yang membanggakan bagi penulisnya,” ujar Yurnaldi dalam kesempatan berbincang-bincang dengan “Rantau” beberapa waktu lalu.
Atau, katanya lagi, dari yang semula takut dan tak berani menulis buku, tiba-tiba bersemangat menulis buku dan terbit, ini juga prestasi yang sangat luar biasa. Bagi wartawan, kata Presiden Direktur Kompas Gramedia Jakob Oetama yang dikutip Yurnaldi, buku adalah mahkota wartawan. “
Artinya, kehebatan tertinggi seorang wartawan tak hanya bisa sekadar menulis berita, menulis feature, atau menulis kolom dan artikel. Akan tetapi, juga mampu menulis buku,” ujarnya.
Sebelum bergabung dengan Kompas, Yurnaldi memang sudah menulis buku. Hebatnya, dua buku tentang jurnalistik itu ia tulis semasa ia masih mahasiswa, yang kemudian menjadi modal utamanya untuk melamar dan bergabung dengan harian terkemuka itu.
“Kompas memang target saya sejak jadi mahasiswa. Ibaratnya, saya ingin membuktikan kemampuan saya dalam hal menulis. Karena banyak dosen, hingga rektor waktu itu, menilai saya sangat layak di Kompas,” ujarnya sambil tertawa.
Apa yang dikatakan Yurnaldi tidak sekedar guyon. Memang para dosennya menilai begitu, karena artikel-artikel yang ia tulis waktu mahasiswa, layaknya pemikiran seorang doktor. “Hehe… Ya, terserah mereka menilai. Tapi, setidaknya, dalam beberapa kali lomba karya ilmiah di kampus dan tingkat regional, saya berdebat dengan profesor dan doktor,” ujarnya mengenang.
Di luar itu, banyak ide Yurnaldi yang kemudian diwujudkan. Waktu ia mahasiswa, ia pernah mengusulkan agar IKIP Padang memiliki Rektor IV, yang membidangi kerjasama dalam dan luar negeri. Akhirnya, ide ini dilaksanakan, tapi bukan dalam bentuk lembaga Pembantu Rektor IV–melainkan Lembaga Kerjasama, yang tugas, fungsi dan wewenangnya seperti yang saya usulkan.
“Juga pernah saya gagas IKIP menjadi Universitas, dan untuk mendidik calon guru cukup ada fakultas keguruan dan ilmu kependidikan (FKIP). Ini dalam bentuk karya tulis ilmiah, berdebat dengan pakar pendidikan yang jadi juri, dan akhirnya menang. Ide ini kemudian juga jalan,” katanya lagi.
Bahkan, karena dirinya kuliah di pendidikan kimia FPMIPA, dia juga pernah menulis sesuatu yang menghebohkan. Yurnaldi menulis tentang kiamat yang ditinjau dari ilmu kimia. Tulisan itupun diseminarkan di kampus serta di muat di media massa.
“Jadi, sebelum heboh kiamat 2012 sekarang, saya sempat meramal kiamat yang tahunnya 2040. Rasanya, mau saya bukukan juga pemikiaran itu,” ujarnya.
Memang, menurut Yurnaldi, sangat enak melontarkan gagasan melalui kegiatan menulis artikel atau opini, dibaca banyak orang, dikomentari, dan diam-diam ada yang melaksanakan.
Sejak Mahasiswa Gemar Menulis
Yurnaldi (atau sering dipanggil Nal atau Danal), sejak mahasiswa sudah gemar menulis artikel di puluhan media cetak daerah dan nasional. Biaya kuliah dan biaya hidup dibiayai dari honorarium penulis, yang pada masa itu honor setiap bulan yang ia terima melebihi gaji para dosennya.
Juga pernah jadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang). Beberapa kali juara menulis karya ilmiah dan belasan kali jadi pembicara seminar di tingkat daerah, regional, dan nasional.
Ia mahasiswa pertama di Sumatera Barat yang menulis dua buku ketika masih berstatus mahasiswa. Buku yang ditulis ketika itu adalah “Kiat Praktis Jurnalistik” dan “Jurnalistik Siap Pakai”. Buku tersebut hingga kini dicetak ulang dan jadi referensi mahasiswa komunikasi.
Sejak mahasiswa, tahun 1986, di samping penulis artikel, juga menulis karya jurnalistik. Menekuni dunia kewartawanan sejak 24 tahun lalu, di mana 15 tahun terakhir bergabung dengan Kompas. Dia juga salah seorang pendiri (dan pencipta logo) Forum Wartawan Peduli Aset Daerah Sumatera Barat, Padang Press Club (PPC), dan Forum Wartawan Peduli Pariwisata Sumatera. Bergabung dengan Kompas tahun 1995.
Sebagai wartawan profesional, Yurnaldi telah melatih ribuan calon wartawan, wartawan, staf/kepala kehumasan, serta siswa dan mahasiswa peminat bidang jurnalistik. Buku-buku jurnalistiknya laris dan menjadi referensi, antara lain “Kiat Praktis Jurnalistik” (Penerbit Angkasa Raya, 1992, 2007), “Jurnalistik Siap Pakai” (Penerbit Angkasa Raya, 1992, 2007), “Menjadi Wartawan Hebat” (Citra Budaya Indonesia, 2004, 2008). Foto Jurnalistik: “Menjadi Kaya dengan Foto” (2001, 2009).
Juga belasan buku-buku lain, baik yang ditulis sendiri maupun terhimpun dalam berbagai buku yang ditulis bersama wartawan Kompas dan wartawan media cetak lain. Beberapa kali karyanya memenangkan lomba karya jurnalistik dan juara satu mengarang tingkat nasional. Karya jurnalistiknya tentang PLN pernah mendapat penghargaan dari Menteri Pertambangan dan Energi. Tanggal 3 Maret 2009, karya jurnalistiknya tentang gizi/kesehatan yang dimuat di Kompas.com, memperoleh penghargaan terbaik dari PT Nestle Indonesia.
Selama di Kompas pernah bertugas dalam hitungan tahun di Bandarlampung (Lampung), Palembang (Sumatera Selatan), dan Padang (Sumatera Barat). Dan tugas sementara di sejumlah kota di Indonesia dan luar negeri, seperti Republik Namibia, Republik Afrika Selatan, Botswana, Inggris, Singapura, Malaysia, Thailand. Bersama Sastrawan Hamsad Rangkuti, diundang mengikuti Pertemuan Penulis Dunia dan London Book Fair, 2004.
Di luar profesi wartawan, Yurnaldi juga dikenal sebagai sastrawan/penyair Indonesia. Antologi tunggal yang telah terbit “Berita kepada Ibu” (Kreta Nusantara, 1992). Antologi puisi keduanya akan terbit. Puisinya pernah masuk nominasi terbaik lomba cipta puisi tingkat Sumbar tahun 1994, dan pemenang lomba cipta puisi sosial tingkat nasional di Banda Aceh tahun 1996.
Puisi-puisinya selain dimuat di berbagai media massa nasional, juga terhimpun dalam antologi bersama penyair Indonesia lain, yakni “Rantak 8: Antologi Puisi Penyair dari Sumatera Barat” (Kelompok Studi Sastra dan Jurnalistik Padang-Sumatera Barat, 1991), “Taraju ‘93: Kumpulan Puisi Indonesia Sumatera Barat” (Yayasan Taraju Ekspresi Budaya, 1993), “Antologi Puisi Rumpun” (Taman Budaya Provinsi Sumatera Barat dan Departemen Pendidikan Nasional, 1992), “Puisi 1999 Sumatera Barat” (Dewan Kesenian Sumatera Barat, 1999), “Parade Sajak-sajak Indonesia” (Haluan, 1994), “Puisi 50 Tahun Indonesia Merdeka” (Taman Budaya Solo, 1995), “Kumpulan Puisi Jalan Bersama” (Yayasan Panggung Melayu, 2008).
Sebagai penyair ia sering dipercaya menjadi juri lomba cipta puisi dan lomba baca puisi. Terakhir salah seorang juri “Tarung Penyair Panggung” di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, 27 Agustus 2008. Juga salah seorang juri pemberian nama Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Sumatera Barat. Sering juga diundang membaca puisi di berbagai kota. Terakhir baca puisi di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, dalam acara “Baca Puisi Jalan Bersama” yang digelar Yayasan Panggung Melayu, 30 November 2008 dan dalam “Panggung Revitalisasi Budaya Melayu”, di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Desember 2008.
Namanya juga tercantum dalam “Leksikon Susastra Indonesia” (penyusun Korrie Layun Rampan, Penerbit Balai Pusataka, 2000). Pernah juga menjadi redaktur tamu dan memberikan catatan apresiatif puisi di harian Haluan, Padang, selama satu tahun.
Selain dikenal sebagai penyair, Yurnaldi juga dikenal sebagai seniman: sebagai pelukis, kaligrafer, fotografer dengan berpameran beberapa kali dan meraih sejumlah prestasi. Beberapa kali juara dan jadi juri lomba foto. Juga juara dan juri lomba karikatur tingkat nasional.